Jumat, 23 Desember 2011

Pukul 11:46

Aku baru menyelesaikan kebiasaan burukku. Bermain game online atau menonton film sampai larut malam. Setelah mengklik 'Shut Down', aku langsung mengembalikan laptop ayah ke atas meja, tempatnya semula berada. Dalam hati mengeluh mengapa area hotspot SD di belakang rumahku makin sulit dijangkau. Apalagi kalau hujan sedang turun. Jika hal ini tidak terjadi, mungkin aku masih berada di atas kursi empuk dengan laptop ayah di atas meja kerjanya, bukan di atas karpet.

Seperti biasa, begitu aku turun ke bawah, semua orang telah tertidur. Sepi. Hanya terdengar tetesan air dari dua kamar mandi di rumah kami.

Tanpa sadar, aku teringat akan film yang pernah kutonton bersama teman-temanku. The Ring versinya orang-orang barat. Hantunya bernama Samara, bukan Sadako.

Tangga kayu yang kupijak berderit resah. Suara tetesan air itu makin jelas terdengar. Kepalaku melongok ke bawah, ke kamar mandi dekat ruang laundry. Penerangannya remang-remang. Butir-butir air terus menetes. Beruntung lampu ruang laudry disebelahnya menyala. Kalau tidak, aku tidak akan berani turun untuk mematikannya.

Dan sayangnya, tetes-tetes air itu tidak mau berhenti. Ada yang salah dengan kerannya. Aku menelan ludah, ngeri.

Aku harus memberitahu Ayah tentang ini.

Nyaris terbirit, aku berlari menuju kamar. Sadako atau Samara takut air, memang. Namun mengapa mereka sering muncul dari tempat yang ada airnya?

Kakiku berderap menuju kamar mandi utama dengan tergesa. Namun langsung terhenti begitu jarak kami hanya tiga langkah. Tanpa sadar mataku terarah ke tangga loteng. Telingaku menajam.

Terdengar suara gaduh di atas loteng. Berisik, namun samar dan halus. Tubuhku mulai merinding. Suara itu     kini terasa begitu dekat, sangat cepat.

Tanpa memedulikan bantahan akal sehat dan protes dari tubuhku, aku berlari masuk ke dalam kamar. Membungkus diriku dengan selimut rapat-rapat. Aku tidak menutup pintu kamar, tidak seperti yang biasa kulakukan. Aku takut sesuatu akan muncul dalam gelap. Namun aku juga takut sesuatu akan memasuki kamar apabila aku membiarkan pintunya terbuka.

Mengapa aku tidak menyalakan lampunya?

Karena aku tidak suka tidur di tempat terang.

Suara langkah halus itu makin dekat. Jantungku melompat-lompat keluar dari tulang rusuk. Aku menggigit bibir, berusaha menekan teriakan yang mungkin keluar dari tubuhku.

Aku bisa melihat bayangannya yang merambat makin dekat. Aku menahan nafasku tanpa sadar.

Atau mungkin itu adalah bayangan hantu seorang perawat psycho yang pernah kulihat dalam film Fragile. Bukankah ia tinggal di suatu tempat di rumah sakit, tepatnya di...

Loteng.

Aku makin merapatkan selimutku. Ketakutan menjalari tubuhku. Jantungku menyentak seakan ingin lepas.

Bayangan itu main besar, sementara mataku bisa melihat...

Jantungku yang tadinya membesar mengempis saat itu juga.

Seekor kucing betina melangkah dengan santai di depan kamarku. Tidak tahu bahwa ia nyaris membuatku menjerit ketakutan.


Kamis, 22 Desember 2011

The Broken Heart

Sampai saat ini, ia belum mengirim sms padaku, saudaraku itu...

Beberapa hari yang lalu, aku memutuskan untuk memberikan nomor ponselku padanya. Ia memintanya. Mungkin karena ia tak mungkin berada di warnet terlalu lama. Lagipula, ia butuh bantuan. Banyak orang yang tidak percaya padanya, ia bilang.

Aku memutuskan untuk mencoba percaya padanya, untuk saat ini. Aku mendengar keluh kesahnya. Bagaimana orang-orang tetap tak percaya padanya meski ia telah mencoba, apa yang ia lakukan di kehidupan barunya di sekolah barunya, dan hal-hal yang lain. Aku tahu pada akhirnya ia pembicaraan ini akan mengacu pada seseorang.

Temanku, orang yang ia sukai.

Saudaraku sangat menyukainya. Ia terus bertanya mengapa temanku menghindarinya. Bagiku yang tahu apa yang terjadi di antara keduanya, semua itu sudah jelas. Temanku sudah tak mau berhubungan dengannya lagi. Namun saudaraku sulit untuk mengerti.

Aku terus meminta temanku untuk segera memutuskan hubungan dengan saudaraku, sebelum ia bertindak lebih jauh. Di sisi lain, aku meminta saudaraku untuk melepasnya. Membiarkan temanku itu pergi untuk kebaikan mereka berdua.

Pagi ini, aku baru mengerti mengapa saudaraku berhenti mengirim sms padaku.

Temanku telah memutuskannya.

Dan pergi darinya.

Senin, 19 Desember 2011

I don't know why I interest in someone's love-life...

Ini cerita mereka lagi,
Saudara dan temanku...

Liburan ini aku menghabiskan waktuku untuk chatting dengannya, saudaraku itu. Hal biasa, hanya saling ledek dan menanyakan kabar. Hingga akhirnya ia bertanya,
"Kalau cewek sudah malas bicara dengan seseorang, bagaimana perasaannya?"

Aku yang bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu hanya dapat menjawab, "Bosan, mungkin?"

Terkadang aku bertanya-tanya apakah aku ini cewek tulen...
Sesuatu menyentakku. Perasaan ingin tahu, mungkin. Secepat mungkin aku memijit keyboard, "Kenapa tanya?"
Saudaraku, yang sadar ia tertangkap basah langsung menjawab itu bukan apa-apa. Setelah berkali-kali aku memaksanya, akhirnya aku menyerah juga. Karena aku tahu, pada akhirnya ia akan berkata jujur padaku.
"Ada lagi yang ingin kautanyakan?"

"Nanti, jika keadaannya berbeda aku akan bertanya lagi..."

Gotcha!
"Tuh kan! Keadaan apanya?"
Aku tertawa dalam hati. Sia-sia saja membohongiku...

Ia mencoba berkelit lagi sementara aku gencar bertanya padanya. Hingga ia berkata,
"Aku bingung..."
Ha! Apa lagi yang membuat ia bingung?
"Buka status 'SENSOR', kau akan tahu..."

Walaupun terlihat aneh, aku mencoba mengurainya dengan kata-kataku sendiri
Terserah apa mauku, jangan terlalu dalam mencintaiku...
Kata-kata yang membuat saudaraku bingung dan bertanya, "Apa aku terlalu membosankan untuknya?"

Entah apa yang kauperbuat hingga membuatnya bosan?
Dan mengapa ia membuatmu sebingung ini?

Inikah apa yang orang-orang rasakan ketika ia terkena cipratan cinta?

Jujur saja, aku masih tidak mengerti...